Minggu, 25 Januari 2009

Materi Matakuliah Kelembagaan dan Masyarakat Pedesaan

Materi Matakuliah Kelembagaan dan Masyarakat Pedesaan

Konferensi internasional tentang pemetaan perubahan secara partisipatori melalaui komunikasi dan manajemen informasi ruang angkasa melibatkan 154 orang dari 45 negara dan bangsa yang berbeda dengan pengalaman praktis implementasi partisipatori GIS (PGIS).

Para praktisi percaya bahwa penggunaan PGIS dapat memiliki implikasi yang mendalam bagi kelompok msyarakat yang marginal, dengan beberapa alasan yaitu; (1) memperbesar kapasitas bangkit, kepedulian dan komunikasi informasi ruang angkasa, (2) dapat merangsang inovasi, dan (3) dapat menimbulkan perubahan positif masyarakat.

Peralatan diciptakan dan dipakai dalam praktis dan dapat menjadi perputaran yang interaktif untuk networking, diskusi, pertukaran informasi, analisis dan pembuatan keputusan.

Ketika PGIS pertama kali dipraktekkan dari system nondigital ke digital pada pertengahan 1990-an, perhatian pada kelayakan aplikasi peralatan PGIS yang relatif kompleks dalam cara-cara partisipatori. Di dalam judul makalahnya “ partisipatori GIS: peluang atau oxymoron? Abbot dkk (1998) mengindentifikasi dan mendebat keuntungan dan masalah pendekatan GIS. Mereka menanyakan apakah system GIS dapat dipakai oleh masyarakat local, pemberdayaan mereka dalam mempengaruhi dalam menentukan kebijakan menggunakan data mereka sendiri atau apakah partisipatori GIS dapat digali dengan mudah?. Hal ini merupakan pertanyaan pundamental yang terus ada terutama untuk peralatan digital. Namun, para praktisi telah lebih dari satu decade mengembangkan dan mengaplikasikan alat ini sebaik keberlanjutan eksplorasi mereka yang lebih tua, peralatan PGIS nondigital. Konferensi pemetaan untuk perubahan telah diikuti oleh para praktisi untuk berbagi pengalaman mereka, kegagalan dan kesuksesan dan indentifikasi hiknah dan pelajaran untuk masa-masa yang akan dating. Isi dari isu-isu khusus ialah bagaimana praktis PGIS dapat dimatangkan. Hal itu dimulai untuk membangun setting etika dan metodologi yang efektif yang didasarkan pada pengalaman mereka sendiri. Pertimbangan etika akan membantu mengarahkan pengalaman baru praktisi untuk memastikan komunitas lokal dapat dibangun dan komunikasi data mereke dan serta pengaruh dalam proses pembuatan keputusan secara luas.

Seperti penggunaan GIS ( Geographic Information System) secara partisipatory untuk membuat sebuah peta suatu wilayah yang disebut dengan PGIS. PGIS merupakan hasil gabungan antara metode PLA (Participatory Learning and Action) dengan metode GIT (Geographic Information Technologies). Pasilitas PGIS reperesentasi dari pengetahuan orang-orang local dengan menggunakan peta dua atau tiga dimensi. Peta yang dihasilkan dapat dipakai untuk memfasilitasi proses pembuatan keputusan sebaik dukungan komunikasi dan advokasi komunitas. Praktek PGIS mengarahkan pada pemberdayaan komunitas melalui ikatan, dorongan keinginan dan dengan memakai aplikasi yang ramah dari teknologi geografi. Kelebihan dari penggunaan PGIS adalah pleksibel dan mudah adaptasi untuk sosial budaya dan lingkungan biofisik yang berbeda. Dalam pelaksanaan sering dikombinasikan antara ketrampilan para ahli dan pengetahuan lokal.

Di luar negeri peralatan dan metode didapatkan untuk praktisi dan representaso komuniti. Dimulai dari teknologi pemetaan sketsa yang rendah sampai teknologi bumi ruang angkasa dan multimedia. Peralatan ini meningkat di dalam kekomplekkannya, pemakain mereka sering melibatkan korporasi dalam meyediakan peralatan, menghasilkan pendekatan peralatan yang multiguna.

DISKRIPSI KONFERENSI

Konferensi pemetaan untuk perubahan dilaksanakan secara intensif selama tiga hari. Hal itu termasuk presentasi 12 pengelola utama yang diikuti dengan diskusi, dan presentasi 32 pengantar selama diskusi paralel. Selanjutnya diskusi kerja kelompok yang didasarkan pada pertanyaan dan tugas yang diberikan. Hasil diskusi kelompok kemudian dipresentasikan pada sesi utama yang dilanjutkan dengan debat.
Tujuan awal dari kongerensi bagi partisipan agar dapat:
1. Membagai pengalaman dan menjelaskan good practice untuk membuat teknologi informasi geografik pada kelompok marginal di masyarakat dan,
2. untuk mengeset dasar untuk menguatkan jaringan regional dan pusat sumber untuk mempromosikan dan mendukung good practice di dalam PGIS.
Tujuan dan maksud konferensi telah direalisasikan denngan baik. Dari Kenya samapi Kanada, partisipan bangsa pertama dan lokal, organisasi yang representatif dan semua peneliti telah berbagi pengalamanya tentang PGIS. Kelompok kerja merespon untuk tugas-tugas yang spesifik partisipan yang diinginkan pada pembelajaran kolaboratif pada isu-isu termasuk:
•Lingkungan yang mungkin dan tidak mungkin bagi PGIS, fokus pada kebijakan dan dukungan pendanaan atau melemahkan kesempatan untuk good practice.
•Berbagi pengalaman untuk praktek PGIS. Hal ini termasuk representasi pengetahuan lokal ruang angkasa, klaim tanah dan manajemen sumberdaya, isu-isu yang berkaitan dengan proses partisipatori, dan ide-ide pada bagaiamana untuk mendukung melindungi warisan budaya.
•Membangun solidaritas dan visi umum diantara praktisi PGIS. Hal ini termasuk pembangunan jalan untuk menambah jaringan dan komunikasi, draft strategi regional untuk mendukung praktis dan indentifikasi kunci terminologi untuk agen dan donor pembangunan internasioanal agar mendukung dalam praktis.
Pedoman untuk good practice PGIS dibawah perbedaan konteks sosial-politik di negara-negara berkembang didiskusikan pada forum terbuka PGIS dan teknologi www.ppgis.net. Giacomo Rambaldi, Mike McCall, Robert Chambers dan Jefferson Fox sum up telah berpandangan yang tertuang dalam artikelnya pada isu-isu spesial.

Transparansi, Waktu dan Kepercayaan

Jumlah tema penting yang berhubungan good practice muncul dari presentasi konferensi, poster, workshop dan diskusi. Semua ini dapat dirangkum dan perlu dipertimbangkan PGIS sebagai praktis dibawah pembuatan peta partisipatori dan pengaruh tambahan dari dimensi jaringan, komunikasi dan pembangunan pada ketiga; transparansi, waktu dan kepercayaan kedua yang pertama menjadi kondisi untuk yang terakhir.

Kepercayaan menjadi bagian kunci yanf digunakan dalam konferensi. Peta menjadi potensial seperti alat yang kuat. Mereka memiliki kemampuan untuk mempengaruhi, untuk baik atau jelek, dampak proses pembuatan keputusan. Sehingga kepercayan diantara fasilitator dan orang-orang lokal menjadi syarat yang kritikal untuk sukses.

Diskrispsi dari Isu-isu Khusus

Beberapa artikel tentang isu-isu khusus dari PLA diambil dari makalah-makalah dan poster yang dipresentasikan pada konferensi pemetaan untuk perubahan. Pengarang fokus pada studi ini dan pengalaman dari pembangunan dunia dan bangsa pertama Canadian. Mereka representasikan aplikasi luar negeri dengan sejumlah pendekatan dan peralatan dalam variasi sosial ekonomi dan seting geografi dengan para praktisi dalam berbagi yang dipertimbangkan secara mendalam lewat pengalaman. Kita berharap makalah ini dapat mengkomunikasikan rasa antusiasme dan inovasi selama konferensi.

Isu-isu khusus secara terpisah juga secara sekilas dan didokumenkan pada halaman PGIS praktis. Beberapa contoh itu, dipakai dan diaplikasikan pada sebaik pemotongan, alat pinggiran yang diaplikasikan di dalam konteks baru, sebaik inovasi dan jalan yang santai. Hal itu juga menggambarkan bentuk metamorposis dari penyebaran projek yang terpisah dan tidakdihubungkan, organisasi dan individu yang menggunakan peralatan untuk menciptakan jaringan kerja dan menyatukan komuniti dari praktisi.

Struktur dari Isu-isu Khusus
Artikel isu-isu khusus dibagi menjadi tiga kelompok besar:
1.artikel yang fokus pada penyedia studi kasus yang terkait dengan aplikasi peralatan khusus PGIS dalam seting grassroots.
2.artikel yang fokus pada integrasi dari alat-lat multiguna yang ditujukan pada isu khusus oleh komuniti, dan
3.artikel yang lebih banyak teori dan asosiasi dengan isu-isu termasuk pertimbangan etika, potensi perangkap dan belajar hikmah lainnya dari pengalaman melalui aplikasi alat-lat PGIS.



Peralatan yang didasarkan pada Studi Kasus

Secara praktis yang dikaitkan dengan inovasi dan susunan PGIS, hal itu sedang menarik untuk dilihat sebagai contoh bagaimana peralatan spesifik dimodifikasi dan dikerjakan ditujukan isu-isu oleh komuniti lokal dan dipahami apa yang berguna dan tidak berguna dalam membantu untuk mencapai tujuannya.

Jon Corbett dan Peter Keller mengenalkan peta partisipatori yang didasarkan pada sistem infromasi multimedia. Hal ini menjadi pengetahuan oleh peserta/partisipan dalam komunitas sebagai sistem informasi komuniti (CIS). Pendekatnyya, pengetahuan tradisional didokumentasikan oleh anggota komuniti memakai vidio digital, perekam suara, photo digital, dan tulisan teks dan serta dimasukan pada komputer. Hal itu di rancang dan dikomunikasikan melalui peta interaktif. Pengarang menunjukkan CIS yang dipakai dalam studi kasus dari Indonesia.

Giacomo Rambaldi, Silika Tuivanuavou, Penina namata, Paulo vanualailai, Sukulu Rupeni dan Etika Rupeni membandingkan pemakaian partisipatori pemodelan tiga dimensi (P3DM) dan partisipatori pemetaan orthophoto di Fiji. Mereka menerangkan bagaimana P3DM telah efektif mendukung kolaborasi perencanaan sumberdaya dan dokumentasi warisan budaya. Pengarang mendemotrasikan P3DM yang menyediakan medium ramah atau generasi, analisis dan komunikasi pengetahuan lokal.

Berikutnya, Peter kyem menjelaskan peranan PGIS dalam mediasi dan bagaiamana teknologi dapat dipakai untuk mempromosikan pembangunan konsesus. Memakai contohzkofiase di Southern Ghana, dia mengidentifikasi bagaimana aplikasi PGIS telah membantu konflik stakeholder dalam menemukan jalan kompromi dan menawarkan ketidaksetujuan mereka.

Isu-isu yang didasarkan Pada Studi Kasus

Praktis PGIS sering disusun untuk isu-isu yang khusus yang ada dalam komuniti. Hal ini artinya peralatan multiguna dapat dipakai bersama atau sama dengan isu-isu yang lain.

Craig Candler, Rachel olson, Steven de Roy dan Kieran Broderick mendokumentasikan sejarah praktis PGIS di dalam perjanjian 8 area di British Columbia, Canada. Pengarang menjelaskan rentang perbedaan praktis dari pemetaan komuniti melalui pengembangan PGIS dan aplikasi dan metodologi yang digunakan. Pengarang mengidentifikasi perjanjian 8 area sebagai sisi paling penting untuk belajar keberlanjutan, sebaik keberlanjutannya.

Makalah Sylvia Jardinet menceritakan tentang Comunitarian Cartography. Dia menyajikan contoh yang dipakai PGIS dan GPS yang diorientasikan menuju pencegahan dan resolusi dari konflik yang terkait untuk tanah dan akses sumberdaya alam. Kerjasama dari Gaspar Garcia Laviana di Telpaneca, Nicaragua telah menghasilkan peta geografi komunitas mereka. Kehidupan publik dapat dikonsultasikan dengan kerjasama dengan anggota lainnya.

Kelompok Moikarako, Pascale de Robert, Jean francois Faure dan Anne Elisabeth lagues membagi pengalaman yang terkait untuk dukungan orang Kayapo di Brazil dalam membuat peta tanah tradisional mereka dengan memakai manajemen area. Peta ini dibuat dari satelit imajiner dan dibawah kendali GPS. Mereka menjelaskan bagaimana proses pengambilan dengan tangan mereka sendiri dan pengarahan kembali untuk menghasilkan dan memakai peta sebagai alat politik untuk kesatuan sosial dan teritorial orang Kayapo.

Julie Taylor dan carol Murphy, simon M., Elvis M.,Nathaniel Nuulimba dan Sandra Slater-Jones membagi pengalamannya termasuk peluang dan ancaman pemetaan teritorial San di Caprivi Region dari Namibia. Mereka mencatat potensi praktis PGIS untuk ekspos dan alamat yang kompleks dan isu-isu politik untuk mengidentifikasi, kebenaran dan pertanahan. Mereka selanjutnya mengidentifikasi bagaiman peta dapat memiliki aplikasi multiguna, termasuk penguatan kapasitas lokal untuk memanajemen kepentingan konservasi lingkungan .

Peter minang dan Mike MrCall mengujikan bagaimana fasilitas PGIS memakai kearifan atau pengetahuan lokal dalam perencanaan komunitas hutan untuk penyediaan karbon. Akses pembayaran untuk servis lingkungan seperti penurunan karbon mensyaratkan informasi yang ekstensif dan mahal. Pengarang menambahkan bahwa PGIS dapat meningkatkan pemakaian pengetahuan lokal dalam proses sertifikasi karbon.

Teori dan Refleksi dari Praktis

Hal itu terlalu mudah ketika berbagi pengalaman terkait untuk praktis PGIS fokus pad cerita sukses, dan untuk para praktisi menjadi hal yang menarik terkait dengan pekerjaan. Kelompok akhir dari artikel penting tetapi judul telah didiskusikan terkait untuk masalah-masalah praktis.

Mac Chapin membagi pengalamannya melalui masalah yang sering muncul dalam proyek pemetaan komunitas. Peranan proyek ditentukan oleh pemimpin yang mengawal dampak yang sukses.

Peter Poole menjelaskan dua strategi untuk proyek pemetaan pemilikan tanah; partisipasi parsial, dimana komunitas belajar pengetahuan tradisional memakai interview dan sket peta tetapi aspek komputer pemetaan membuat sumber keluar lawan partisipasi lengkap, dimana komunitas dicoba di semua aspek pembuatan peta.

Jefferson Fox, Krisnawati Suryanata, Peter dan Albertus Hadi Pramono menyajikan etika penting yang terkait untuk mengadopsi teknologi PGIS di Asia. Sejumlah kesuksesan adopsi peralatan tidak selalu memiliki efek positif. Mereka menyarankan para prkatisi untuk mengembangkan kejelasan dengan respek pada pemetaan, yang didasarkan pada pengertian yang komprehensip dan beserta konsekuensinya.

Mike Mrcall menyajikan pentingnya pertanyaan tentang isu-isu yang ketepatan dengan praktis PGIS. Istilah menjado signifikansi besar lebih dari aplikasi teknik GIS. Apa yang menyebabkan ketepan PGIS tidak bisa dicapai khususnya ketika PGIS menghasillkan data yang disyaratkan memakai metodologi tentunya interpretasi lokal, realibiliti dan relevansi.

Tidak ada makalah khusus konferensi yang menjelaskan etika dalam praktis PGIS. Tetapi etika menjadi sorotan utama. Partisipan mengakui perlu formulasi umum yang diakui sebagai etika praktis yang akan membantu mengarahkan komunitas praktisi.

Akhirnya, Susanne S. dan Nigel Crawhall melaporkan keinginan baru UNESCO yang terkait pemetaan budaya. Mereka menarik beberapa pelajaran diantara penduduk asli poang yang ada di Canada, New Zealand, Philippines dan Afrika Selatan yang dipresentasikan pertemuan terkini di Cuba. Pengalaman dan konsen etika dari pemetaan untuk konferensi perubahan didiskuiskan dan dikontribusikan untuk formulasi deklarasi UNESCO pada pemetaan budaya.

Kesimpulan

Adanya isu-isu khusus membantu membangun pengakuan dari tumbuhnya kumunitas praktis PGIS di dalam pembangunan negara. Hal itu juha berisi kekayaan praktis yang menangani saran dan nasehat dari anggota yang berpengalaman dengan kematangan disiplin. Isu-isu ini tidak hanya menjadi cerita sukses itu juga membangkitkan isu dimana dan mengapa beberapa projek bisa gagal dan memberikan saran bagaimana menghindari potensi kegagalan. Hal itu menyarankan diperlukan fokus pada pengembangan kepercayaan, proses di diberikan dengan waktu yang disyaratkan dalam membangun kepercayaan sebaik pembayaran perhatian untuk kepentingan interaksi yang transparan. Kita merasa isu-isu khusus yang seharusnya dibesarkan dipakai para praktisi termasuk komunitas lokal dan pedalaman, sebaik organisasi lain keinginan individu untuk praktis PGIS. Hal itu juga relevan untuk pelajar dan pekerja peneliti di kalangan akademik yang terkait dengan praktis. Konferensi pemetaan untuk sebuah perubahan ialah kesempatan besar untuk membawa masyarakat bersama untuk membagi pengalaman dan ide sebaik perluasan jaringan komunikasi internasional, praktisi dan peneliti.

Lesson learned/Hikmah Artikel Terkait dengan
“ Alternatif Mekanisme Teknis Pemecahan Masalah Menghadapi Krismon di Pedesaan”.

Berdasar uraian pada artikel/bahan bacaan tersebut dapat diambil banyak pelajaran penting atau hikmah yang berkaitan dengan perubahan masyarakat serta hubungan masyarakat dengan ilmuwan dan pengambil kebijakan melalui pemetan wilayah. Dalam metode intervensi aksi komunitas ini, community worker tetap diharapkan mempunyai kesadaran bahwa apa yang dilakukan sebenarnya ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan dari kelompok masyarakat tersebut. Aksi komunitas pada umumnya lebih menekankan pada pelibatan masyarakat untuk menyampaikan keinginan mereka pada para pembuat kebijakan dan menunjukkan apa yang menjadi minat dan kepentingan mereka, serta mengharapkan agar para pembuat kebijakan lebih peduli pada komunitas pedesaan yang masih perlu pendampingan dan bimbingan yang intensif dalam memecahkan masalah-masalah terutama pada masa krismon pada kahir0kahir ini. Aksi komunitas biasanya terkait dengan suatu isu khusus yang dirasa merisaukan oleh suatu komunitas. Isu tersebut mungkin merupakan isu khusus bagi kelompok orang yang berada di wilayah tertentu, atau isu yang dirasakan oleh masyarakat secara umum dipedesaan, terutama menghadapi adanya krisis global yang merambah pada krisis monetar. Agar masyarakat pedesaan mampu untuk mengatasi krismon di pedesaan maka perlu strtaegi khusus terutama pada ketahanan ekonomi melalui pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan yang mereka miliki. Melalui pemetaan dengan metode GIS misalnya maka mereka dapat secara partisipatif membuat pemetaan terhadap semua potensi sumberdaya alam dan lingkungan untuk dikelola dengan sebaik-baiknya yang diintegrasikan dengan keberlanjutan dan kelestarian lingkungan beserta modal sosial mereka termasuk warisan kebudayaan dan kearifan-kearifan lokal yang mereka percayai dan miliki untuk pembangunan.

Solidaritas kolektif ini merupakan tenaga penggerak yang utama untuk munculnya suatu gerakan komunitas (community movement). Tanpa adannya solidaritas kolektif sebagai energi utama dari gerakan ini, aksi-aksi pemberdayaan dan pembangunan di wilayah pedesaan yang akan dilakukan akan menjadi lemah dan tidak mempunyai cukup kekuatan untuk mempengaruhi para pembuat kebijakan. Ketika masyarakat atau komunitas ingin menggoyang suatu system yang sudah mapan, mereka sangat membutuhkan adanya solidaritas kolektif untuk menjamin keberhasilan pembangunan dan pemecahan permasalahan dimasa krismon. Kelompok aksi komunitas seringkali mengorganisir diri melalui struktur organisasi yang sederhana agar mereka dapat mengambil keputusan dengan cepat. Mereka akan menggunakan taktik bekerjasama (collaborative), seperti presentasi makalah, diskusi, diskusi kelompok, memberikan penjelasan dan sebagainya. Apabila kelompok sasaran mereka pandang sebagai kelompok yang mempunyai wewenang untuk membuat kebijakan dan mengalokasikan sumber daya, serta mereka menduga bahwa kelompok sasaran tersebut akan mau bekerjasama sesuai dengan norma yang dimiliki oleh kelompok mereka.

Seorang aktifis (activist atau organizer) yang berasal dari luar komunitas pedesaan sebaiknya seorang yang mempunyai pengalaman professional yang terkait dan mempunyai perhatian dengan isu-isu pemberdayaan masyarakat pedesaan yang akan dibahas dalam aksi kelompok. Tugas-tugas dasar dari seorang aktifis biasanya meliputi aspek pengorganisasian pergerakan, mobilisasi dan agitasi. Dilema yang dihadapi komunitas dengan menggunakan tenaga aktifis atau organizer dari luar adalah adanya kemungkinan bahwa sang aktifis tersebut adalah seorang yang secara politis jauh lebih canggih dari komunitas yang sedang diorganisir. Apabila hal ini terjadi maka sang organizer harus mau meluangkan waktu untuk memberikan informasi, mendidik dan mempersuasi masyarakat untuk mau terlibat dalam gerakan yang dilakukan terrutama dalam strategi menghadapi masalah ekonomi mereka dimasa krismon dengan mengoptimalkan pengelolaan lingkungan dan sumber daya alam pedesaan yang ada. Adanya isu-isu khusus tentang krismon dipedesaan dipakai para praktisi termasuk komunitas lokal dan pedalaman, sebaik organisasi lain keinginan individu untuk praktis PGIS. Hal itu juga relevan untuk pelajar dan pekerja peneliti di kalangan akademik yang terkait dengan praktis. Diadakanya pelatihan pemetaan untuk sebuah perubahan di pedesaan ialah kesempatan besar untuk membawa masyarakat menjadi lebih baik dan untuk membagi pengalaman dan ide agar memiliki jaringan komunikasi dengan para praktisi dan peneliti.

Pelatihan dan pendidikan bagi masyarakat pedesaan menjadi penting ketika nateri pelatihan tersebut terkait dengan pertahanan dan cara praktis dalam menghadapi masalah ekonomi yaitu adanya krismon. Disini masyarakat di arahkan untuk lebih menghargai nilai-nilai dan norma yang ada dalam komunitas itu sendiri dan juga bagaimana agar mampu mengelola sumberdaya alam dan lingkungan sebagai sandaran dalam menompang taraf hidupnya. Sehingga ketahanan pangan misalnya dipedesaan akan tetap terjaga manakala pengelolaan pertanian mereka berwawasan lingkungan dan selaras dengan alam yang berkelanjutan. Walaupun adanya krismon masyarakt pedesaan akan tetap dapat bertahan dan menjalani kehidupannya dengan wajar. Sektor informal dipedesaan perlu juga digalakkan dengan memetakan sentra dan komoditas unggulan pedesaan termasuk kerajina dan potensi wisata yang mungkin belum dikelola dengan profesional. Pendampingan dan konsultasi para akademisi, peneliti dan praktisi pelatihan dan pemberdayaan perlu ditingkatkan di wilayah pedesaan. Hal ini karena bagaimanpun juga trasfer pengetahuan dan teknologi tepat guna perlu dimediasi dengan mengadakan temu ahli dengan masyarakat luas di pedesaan. Seperti penggunaan GIS ( Geographic Information System) secara partisipatory untuk membuat sebuah peta suatu wilayah yang disebut dengan PGIS. PGIS merupakan hasil gabungan antara metode PLA (Participatory Learning and Action) dengan metode GIT (Geographic Information Technologies). Pasilitas PGIS reperesentasi dari pengetahuan orang-orang local pedesaan dengan menggunakan peta dua atau tiga dimensi. Peta yang dihasilkan dapat dipakai untuk memfasilitasi proses pembuatan keputusan sebaik dukungan komunikasi dan advokasi komunitas. Praktek PGIS mengarahkan pada pemberdayaan komunitas melalui ikatan, dorongan keinginan dan dengan memakai aplikasi yang ramah dari teknologi geografi. Kelebihan dari penggunaan PGIS adalah pleksibel dan mudah adaptasi untuk sosial budaya dan lingkungan biofisik yang berbeda. Dalam pelaksanaan sering dikombinasikan antara ketrampilan para ahli dan pengetahuan lokal masyarakat pedesaan guna melihat potensi sumberdaya alam untuk dikembangkan dan dikelola secara arif dan berkelanjutan untuk kesejahteraan bersama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar