Minggu, 25 Januari 2009

Materi Matakuliah Kelembagaan dan Masyarakat Pedesaan

Materi Matakuliah Kelembagaan dan Masyarakat Pedesaan

Konferensi internasional tentang pemetaan perubahan secara partisipatori melalaui komunikasi dan manajemen informasi ruang angkasa melibatkan 154 orang dari 45 negara dan bangsa yang berbeda dengan pengalaman praktis implementasi partisipatori GIS (PGIS).

Para praktisi percaya bahwa penggunaan PGIS dapat memiliki implikasi yang mendalam bagi kelompok msyarakat yang marginal, dengan beberapa alasan yaitu; (1) memperbesar kapasitas bangkit, kepedulian dan komunikasi informasi ruang angkasa, (2) dapat merangsang inovasi, dan (3) dapat menimbulkan perubahan positif masyarakat.

Peralatan diciptakan dan dipakai dalam praktis dan dapat menjadi perputaran yang interaktif untuk networking, diskusi, pertukaran informasi, analisis dan pembuatan keputusan.

Ketika PGIS pertama kali dipraktekkan dari system nondigital ke digital pada pertengahan 1990-an, perhatian pada kelayakan aplikasi peralatan PGIS yang relatif kompleks dalam cara-cara partisipatori. Di dalam judul makalahnya “ partisipatori GIS: peluang atau oxymoron? Abbot dkk (1998) mengindentifikasi dan mendebat keuntungan dan masalah pendekatan GIS. Mereka menanyakan apakah system GIS dapat dipakai oleh masyarakat local, pemberdayaan mereka dalam mempengaruhi dalam menentukan kebijakan menggunakan data mereka sendiri atau apakah partisipatori GIS dapat digali dengan mudah?. Hal ini merupakan pertanyaan pundamental yang terus ada terutama untuk peralatan digital. Namun, para praktisi telah lebih dari satu decade mengembangkan dan mengaplikasikan alat ini sebaik keberlanjutan eksplorasi mereka yang lebih tua, peralatan PGIS nondigital. Konferensi pemetaan untuk perubahan telah diikuti oleh para praktisi untuk berbagi pengalaman mereka, kegagalan dan kesuksesan dan indentifikasi hiknah dan pelajaran untuk masa-masa yang akan dating. Isi dari isu-isu khusus ialah bagaimana praktis PGIS dapat dimatangkan. Hal itu dimulai untuk membangun setting etika dan metodologi yang efektif yang didasarkan pada pengalaman mereka sendiri. Pertimbangan etika akan membantu mengarahkan pengalaman baru praktisi untuk memastikan komunitas lokal dapat dibangun dan komunikasi data mereke dan serta pengaruh dalam proses pembuatan keputusan secara luas.

Seperti penggunaan GIS ( Geographic Information System) secara partisipatory untuk membuat sebuah peta suatu wilayah yang disebut dengan PGIS. PGIS merupakan hasil gabungan antara metode PLA (Participatory Learning and Action) dengan metode GIT (Geographic Information Technologies). Pasilitas PGIS reperesentasi dari pengetahuan orang-orang local dengan menggunakan peta dua atau tiga dimensi. Peta yang dihasilkan dapat dipakai untuk memfasilitasi proses pembuatan keputusan sebaik dukungan komunikasi dan advokasi komunitas. Praktek PGIS mengarahkan pada pemberdayaan komunitas melalui ikatan, dorongan keinginan dan dengan memakai aplikasi yang ramah dari teknologi geografi. Kelebihan dari penggunaan PGIS adalah pleksibel dan mudah adaptasi untuk sosial budaya dan lingkungan biofisik yang berbeda. Dalam pelaksanaan sering dikombinasikan antara ketrampilan para ahli dan pengetahuan lokal.

Di luar negeri peralatan dan metode didapatkan untuk praktisi dan representaso komuniti. Dimulai dari teknologi pemetaan sketsa yang rendah sampai teknologi bumi ruang angkasa dan multimedia. Peralatan ini meningkat di dalam kekomplekkannya, pemakain mereka sering melibatkan korporasi dalam meyediakan peralatan, menghasilkan pendekatan peralatan yang multiguna.

DISKRIPSI KONFERENSI

Konferensi pemetaan untuk perubahan dilaksanakan secara intensif selama tiga hari. Hal itu termasuk presentasi 12 pengelola utama yang diikuti dengan diskusi, dan presentasi 32 pengantar selama diskusi paralel. Selanjutnya diskusi kerja kelompok yang didasarkan pada pertanyaan dan tugas yang diberikan. Hasil diskusi kelompok kemudian dipresentasikan pada sesi utama yang dilanjutkan dengan debat.
Tujuan awal dari kongerensi bagi partisipan agar dapat:
1. Membagai pengalaman dan menjelaskan good practice untuk membuat teknologi informasi geografik pada kelompok marginal di masyarakat dan,
2. untuk mengeset dasar untuk menguatkan jaringan regional dan pusat sumber untuk mempromosikan dan mendukung good practice di dalam PGIS.
Tujuan dan maksud konferensi telah direalisasikan denngan baik. Dari Kenya samapi Kanada, partisipan bangsa pertama dan lokal, organisasi yang representatif dan semua peneliti telah berbagi pengalamanya tentang PGIS. Kelompok kerja merespon untuk tugas-tugas yang spesifik partisipan yang diinginkan pada pembelajaran kolaboratif pada isu-isu termasuk:
•Lingkungan yang mungkin dan tidak mungkin bagi PGIS, fokus pada kebijakan dan dukungan pendanaan atau melemahkan kesempatan untuk good practice.
•Berbagi pengalaman untuk praktek PGIS. Hal ini termasuk representasi pengetahuan lokal ruang angkasa, klaim tanah dan manajemen sumberdaya, isu-isu yang berkaitan dengan proses partisipatori, dan ide-ide pada bagaiamana untuk mendukung melindungi warisan budaya.
•Membangun solidaritas dan visi umum diantara praktisi PGIS. Hal ini termasuk pembangunan jalan untuk menambah jaringan dan komunikasi, draft strategi regional untuk mendukung praktis dan indentifikasi kunci terminologi untuk agen dan donor pembangunan internasioanal agar mendukung dalam praktis.
Pedoman untuk good practice PGIS dibawah perbedaan konteks sosial-politik di negara-negara berkembang didiskusikan pada forum terbuka PGIS dan teknologi www.ppgis.net. Giacomo Rambaldi, Mike McCall, Robert Chambers dan Jefferson Fox sum up telah berpandangan yang tertuang dalam artikelnya pada isu-isu spesial.

Transparansi, Waktu dan Kepercayaan

Jumlah tema penting yang berhubungan good practice muncul dari presentasi konferensi, poster, workshop dan diskusi. Semua ini dapat dirangkum dan perlu dipertimbangkan PGIS sebagai praktis dibawah pembuatan peta partisipatori dan pengaruh tambahan dari dimensi jaringan, komunikasi dan pembangunan pada ketiga; transparansi, waktu dan kepercayaan kedua yang pertama menjadi kondisi untuk yang terakhir.

Kepercayaan menjadi bagian kunci yanf digunakan dalam konferensi. Peta menjadi potensial seperti alat yang kuat. Mereka memiliki kemampuan untuk mempengaruhi, untuk baik atau jelek, dampak proses pembuatan keputusan. Sehingga kepercayan diantara fasilitator dan orang-orang lokal menjadi syarat yang kritikal untuk sukses.

Diskrispsi dari Isu-isu Khusus

Beberapa artikel tentang isu-isu khusus dari PLA diambil dari makalah-makalah dan poster yang dipresentasikan pada konferensi pemetaan untuk perubahan. Pengarang fokus pada studi ini dan pengalaman dari pembangunan dunia dan bangsa pertama Canadian. Mereka representasikan aplikasi luar negeri dengan sejumlah pendekatan dan peralatan dalam variasi sosial ekonomi dan seting geografi dengan para praktisi dalam berbagi yang dipertimbangkan secara mendalam lewat pengalaman. Kita berharap makalah ini dapat mengkomunikasikan rasa antusiasme dan inovasi selama konferensi.

Isu-isu khusus secara terpisah juga secara sekilas dan didokumenkan pada halaman PGIS praktis. Beberapa contoh itu, dipakai dan diaplikasikan pada sebaik pemotongan, alat pinggiran yang diaplikasikan di dalam konteks baru, sebaik inovasi dan jalan yang santai. Hal itu juga menggambarkan bentuk metamorposis dari penyebaran projek yang terpisah dan tidakdihubungkan, organisasi dan individu yang menggunakan peralatan untuk menciptakan jaringan kerja dan menyatukan komuniti dari praktisi.

Struktur dari Isu-isu Khusus
Artikel isu-isu khusus dibagi menjadi tiga kelompok besar:
1.artikel yang fokus pada penyedia studi kasus yang terkait dengan aplikasi peralatan khusus PGIS dalam seting grassroots.
2.artikel yang fokus pada integrasi dari alat-lat multiguna yang ditujukan pada isu khusus oleh komuniti, dan
3.artikel yang lebih banyak teori dan asosiasi dengan isu-isu termasuk pertimbangan etika, potensi perangkap dan belajar hikmah lainnya dari pengalaman melalui aplikasi alat-lat PGIS.



Peralatan yang didasarkan pada Studi Kasus

Secara praktis yang dikaitkan dengan inovasi dan susunan PGIS, hal itu sedang menarik untuk dilihat sebagai contoh bagaimana peralatan spesifik dimodifikasi dan dikerjakan ditujukan isu-isu oleh komuniti lokal dan dipahami apa yang berguna dan tidak berguna dalam membantu untuk mencapai tujuannya.

Jon Corbett dan Peter Keller mengenalkan peta partisipatori yang didasarkan pada sistem infromasi multimedia. Hal ini menjadi pengetahuan oleh peserta/partisipan dalam komunitas sebagai sistem informasi komuniti (CIS). Pendekatnyya, pengetahuan tradisional didokumentasikan oleh anggota komuniti memakai vidio digital, perekam suara, photo digital, dan tulisan teks dan serta dimasukan pada komputer. Hal itu di rancang dan dikomunikasikan melalui peta interaktif. Pengarang menunjukkan CIS yang dipakai dalam studi kasus dari Indonesia.

Giacomo Rambaldi, Silika Tuivanuavou, Penina namata, Paulo vanualailai, Sukulu Rupeni dan Etika Rupeni membandingkan pemakaian partisipatori pemodelan tiga dimensi (P3DM) dan partisipatori pemetaan orthophoto di Fiji. Mereka menerangkan bagaimana P3DM telah efektif mendukung kolaborasi perencanaan sumberdaya dan dokumentasi warisan budaya. Pengarang mendemotrasikan P3DM yang menyediakan medium ramah atau generasi, analisis dan komunikasi pengetahuan lokal.

Berikutnya, Peter kyem menjelaskan peranan PGIS dalam mediasi dan bagaiamana teknologi dapat dipakai untuk mempromosikan pembangunan konsesus. Memakai contohzkofiase di Southern Ghana, dia mengidentifikasi bagaimana aplikasi PGIS telah membantu konflik stakeholder dalam menemukan jalan kompromi dan menawarkan ketidaksetujuan mereka.

Isu-isu yang didasarkan Pada Studi Kasus

Praktis PGIS sering disusun untuk isu-isu yang khusus yang ada dalam komuniti. Hal ini artinya peralatan multiguna dapat dipakai bersama atau sama dengan isu-isu yang lain.

Craig Candler, Rachel olson, Steven de Roy dan Kieran Broderick mendokumentasikan sejarah praktis PGIS di dalam perjanjian 8 area di British Columbia, Canada. Pengarang menjelaskan rentang perbedaan praktis dari pemetaan komuniti melalui pengembangan PGIS dan aplikasi dan metodologi yang digunakan. Pengarang mengidentifikasi perjanjian 8 area sebagai sisi paling penting untuk belajar keberlanjutan, sebaik keberlanjutannya.

Makalah Sylvia Jardinet menceritakan tentang Comunitarian Cartography. Dia menyajikan contoh yang dipakai PGIS dan GPS yang diorientasikan menuju pencegahan dan resolusi dari konflik yang terkait untuk tanah dan akses sumberdaya alam. Kerjasama dari Gaspar Garcia Laviana di Telpaneca, Nicaragua telah menghasilkan peta geografi komunitas mereka. Kehidupan publik dapat dikonsultasikan dengan kerjasama dengan anggota lainnya.

Kelompok Moikarako, Pascale de Robert, Jean francois Faure dan Anne Elisabeth lagues membagi pengalaman yang terkait untuk dukungan orang Kayapo di Brazil dalam membuat peta tanah tradisional mereka dengan memakai manajemen area. Peta ini dibuat dari satelit imajiner dan dibawah kendali GPS. Mereka menjelaskan bagaimana proses pengambilan dengan tangan mereka sendiri dan pengarahan kembali untuk menghasilkan dan memakai peta sebagai alat politik untuk kesatuan sosial dan teritorial orang Kayapo.

Julie Taylor dan carol Murphy, simon M., Elvis M.,Nathaniel Nuulimba dan Sandra Slater-Jones membagi pengalamannya termasuk peluang dan ancaman pemetaan teritorial San di Caprivi Region dari Namibia. Mereka mencatat potensi praktis PGIS untuk ekspos dan alamat yang kompleks dan isu-isu politik untuk mengidentifikasi, kebenaran dan pertanahan. Mereka selanjutnya mengidentifikasi bagaiman peta dapat memiliki aplikasi multiguna, termasuk penguatan kapasitas lokal untuk memanajemen kepentingan konservasi lingkungan .

Peter minang dan Mike MrCall mengujikan bagaimana fasilitas PGIS memakai kearifan atau pengetahuan lokal dalam perencanaan komunitas hutan untuk penyediaan karbon. Akses pembayaran untuk servis lingkungan seperti penurunan karbon mensyaratkan informasi yang ekstensif dan mahal. Pengarang menambahkan bahwa PGIS dapat meningkatkan pemakaian pengetahuan lokal dalam proses sertifikasi karbon.

Teori dan Refleksi dari Praktis

Hal itu terlalu mudah ketika berbagi pengalaman terkait untuk praktis PGIS fokus pad cerita sukses, dan untuk para praktisi menjadi hal yang menarik terkait dengan pekerjaan. Kelompok akhir dari artikel penting tetapi judul telah didiskusikan terkait untuk masalah-masalah praktis.

Mac Chapin membagi pengalamannya melalui masalah yang sering muncul dalam proyek pemetaan komunitas. Peranan proyek ditentukan oleh pemimpin yang mengawal dampak yang sukses.

Peter Poole menjelaskan dua strategi untuk proyek pemetaan pemilikan tanah; partisipasi parsial, dimana komunitas belajar pengetahuan tradisional memakai interview dan sket peta tetapi aspek komputer pemetaan membuat sumber keluar lawan partisipasi lengkap, dimana komunitas dicoba di semua aspek pembuatan peta.

Jefferson Fox, Krisnawati Suryanata, Peter dan Albertus Hadi Pramono menyajikan etika penting yang terkait untuk mengadopsi teknologi PGIS di Asia. Sejumlah kesuksesan adopsi peralatan tidak selalu memiliki efek positif. Mereka menyarankan para prkatisi untuk mengembangkan kejelasan dengan respek pada pemetaan, yang didasarkan pada pengertian yang komprehensip dan beserta konsekuensinya.

Mike Mrcall menyajikan pentingnya pertanyaan tentang isu-isu yang ketepatan dengan praktis PGIS. Istilah menjado signifikansi besar lebih dari aplikasi teknik GIS. Apa yang menyebabkan ketepan PGIS tidak bisa dicapai khususnya ketika PGIS menghasillkan data yang disyaratkan memakai metodologi tentunya interpretasi lokal, realibiliti dan relevansi.

Tidak ada makalah khusus konferensi yang menjelaskan etika dalam praktis PGIS. Tetapi etika menjadi sorotan utama. Partisipan mengakui perlu formulasi umum yang diakui sebagai etika praktis yang akan membantu mengarahkan komunitas praktisi.

Akhirnya, Susanne S. dan Nigel Crawhall melaporkan keinginan baru UNESCO yang terkait pemetaan budaya. Mereka menarik beberapa pelajaran diantara penduduk asli poang yang ada di Canada, New Zealand, Philippines dan Afrika Selatan yang dipresentasikan pertemuan terkini di Cuba. Pengalaman dan konsen etika dari pemetaan untuk konferensi perubahan didiskuiskan dan dikontribusikan untuk formulasi deklarasi UNESCO pada pemetaan budaya.

Kesimpulan

Adanya isu-isu khusus membantu membangun pengakuan dari tumbuhnya kumunitas praktis PGIS di dalam pembangunan negara. Hal itu juha berisi kekayaan praktis yang menangani saran dan nasehat dari anggota yang berpengalaman dengan kematangan disiplin. Isu-isu ini tidak hanya menjadi cerita sukses itu juga membangkitkan isu dimana dan mengapa beberapa projek bisa gagal dan memberikan saran bagaimana menghindari potensi kegagalan. Hal itu menyarankan diperlukan fokus pada pengembangan kepercayaan, proses di diberikan dengan waktu yang disyaratkan dalam membangun kepercayaan sebaik pembayaran perhatian untuk kepentingan interaksi yang transparan. Kita merasa isu-isu khusus yang seharusnya dibesarkan dipakai para praktisi termasuk komunitas lokal dan pedalaman, sebaik organisasi lain keinginan individu untuk praktis PGIS. Hal itu juga relevan untuk pelajar dan pekerja peneliti di kalangan akademik yang terkait dengan praktis. Konferensi pemetaan untuk sebuah perubahan ialah kesempatan besar untuk membawa masyarakat bersama untuk membagi pengalaman dan ide sebaik perluasan jaringan komunikasi internasional, praktisi dan peneliti.

Lesson learned/Hikmah Artikel Terkait dengan
“ Alternatif Mekanisme Teknis Pemecahan Masalah Menghadapi Krismon di Pedesaan”.

Berdasar uraian pada artikel/bahan bacaan tersebut dapat diambil banyak pelajaran penting atau hikmah yang berkaitan dengan perubahan masyarakat serta hubungan masyarakat dengan ilmuwan dan pengambil kebijakan melalui pemetan wilayah. Dalam metode intervensi aksi komunitas ini, community worker tetap diharapkan mempunyai kesadaran bahwa apa yang dilakukan sebenarnya ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan dari kelompok masyarakat tersebut. Aksi komunitas pada umumnya lebih menekankan pada pelibatan masyarakat untuk menyampaikan keinginan mereka pada para pembuat kebijakan dan menunjukkan apa yang menjadi minat dan kepentingan mereka, serta mengharapkan agar para pembuat kebijakan lebih peduli pada komunitas pedesaan yang masih perlu pendampingan dan bimbingan yang intensif dalam memecahkan masalah-masalah terutama pada masa krismon pada kahir0kahir ini. Aksi komunitas biasanya terkait dengan suatu isu khusus yang dirasa merisaukan oleh suatu komunitas. Isu tersebut mungkin merupakan isu khusus bagi kelompok orang yang berada di wilayah tertentu, atau isu yang dirasakan oleh masyarakat secara umum dipedesaan, terutama menghadapi adanya krisis global yang merambah pada krisis monetar. Agar masyarakat pedesaan mampu untuk mengatasi krismon di pedesaan maka perlu strtaegi khusus terutama pada ketahanan ekonomi melalui pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan yang mereka miliki. Melalui pemetaan dengan metode GIS misalnya maka mereka dapat secara partisipatif membuat pemetaan terhadap semua potensi sumberdaya alam dan lingkungan untuk dikelola dengan sebaik-baiknya yang diintegrasikan dengan keberlanjutan dan kelestarian lingkungan beserta modal sosial mereka termasuk warisan kebudayaan dan kearifan-kearifan lokal yang mereka percayai dan miliki untuk pembangunan.

Solidaritas kolektif ini merupakan tenaga penggerak yang utama untuk munculnya suatu gerakan komunitas (community movement). Tanpa adannya solidaritas kolektif sebagai energi utama dari gerakan ini, aksi-aksi pemberdayaan dan pembangunan di wilayah pedesaan yang akan dilakukan akan menjadi lemah dan tidak mempunyai cukup kekuatan untuk mempengaruhi para pembuat kebijakan. Ketika masyarakat atau komunitas ingin menggoyang suatu system yang sudah mapan, mereka sangat membutuhkan adanya solidaritas kolektif untuk menjamin keberhasilan pembangunan dan pemecahan permasalahan dimasa krismon. Kelompok aksi komunitas seringkali mengorganisir diri melalui struktur organisasi yang sederhana agar mereka dapat mengambil keputusan dengan cepat. Mereka akan menggunakan taktik bekerjasama (collaborative), seperti presentasi makalah, diskusi, diskusi kelompok, memberikan penjelasan dan sebagainya. Apabila kelompok sasaran mereka pandang sebagai kelompok yang mempunyai wewenang untuk membuat kebijakan dan mengalokasikan sumber daya, serta mereka menduga bahwa kelompok sasaran tersebut akan mau bekerjasama sesuai dengan norma yang dimiliki oleh kelompok mereka.

Seorang aktifis (activist atau organizer) yang berasal dari luar komunitas pedesaan sebaiknya seorang yang mempunyai pengalaman professional yang terkait dan mempunyai perhatian dengan isu-isu pemberdayaan masyarakat pedesaan yang akan dibahas dalam aksi kelompok. Tugas-tugas dasar dari seorang aktifis biasanya meliputi aspek pengorganisasian pergerakan, mobilisasi dan agitasi. Dilema yang dihadapi komunitas dengan menggunakan tenaga aktifis atau organizer dari luar adalah adanya kemungkinan bahwa sang aktifis tersebut adalah seorang yang secara politis jauh lebih canggih dari komunitas yang sedang diorganisir. Apabila hal ini terjadi maka sang organizer harus mau meluangkan waktu untuk memberikan informasi, mendidik dan mempersuasi masyarakat untuk mau terlibat dalam gerakan yang dilakukan terrutama dalam strategi menghadapi masalah ekonomi mereka dimasa krismon dengan mengoptimalkan pengelolaan lingkungan dan sumber daya alam pedesaan yang ada. Adanya isu-isu khusus tentang krismon dipedesaan dipakai para praktisi termasuk komunitas lokal dan pedalaman, sebaik organisasi lain keinginan individu untuk praktis PGIS. Hal itu juga relevan untuk pelajar dan pekerja peneliti di kalangan akademik yang terkait dengan praktis. Diadakanya pelatihan pemetaan untuk sebuah perubahan di pedesaan ialah kesempatan besar untuk membawa masyarakat menjadi lebih baik dan untuk membagi pengalaman dan ide agar memiliki jaringan komunikasi dengan para praktisi dan peneliti.

Pelatihan dan pendidikan bagi masyarakat pedesaan menjadi penting ketika nateri pelatihan tersebut terkait dengan pertahanan dan cara praktis dalam menghadapi masalah ekonomi yaitu adanya krismon. Disini masyarakat di arahkan untuk lebih menghargai nilai-nilai dan norma yang ada dalam komunitas itu sendiri dan juga bagaimana agar mampu mengelola sumberdaya alam dan lingkungan sebagai sandaran dalam menompang taraf hidupnya. Sehingga ketahanan pangan misalnya dipedesaan akan tetap terjaga manakala pengelolaan pertanian mereka berwawasan lingkungan dan selaras dengan alam yang berkelanjutan. Walaupun adanya krismon masyarakt pedesaan akan tetap dapat bertahan dan menjalani kehidupannya dengan wajar. Sektor informal dipedesaan perlu juga digalakkan dengan memetakan sentra dan komoditas unggulan pedesaan termasuk kerajina dan potensi wisata yang mungkin belum dikelola dengan profesional. Pendampingan dan konsultasi para akademisi, peneliti dan praktisi pelatihan dan pemberdayaan perlu ditingkatkan di wilayah pedesaan. Hal ini karena bagaimanpun juga trasfer pengetahuan dan teknologi tepat guna perlu dimediasi dengan mengadakan temu ahli dengan masyarakat luas di pedesaan. Seperti penggunaan GIS ( Geographic Information System) secara partisipatory untuk membuat sebuah peta suatu wilayah yang disebut dengan PGIS. PGIS merupakan hasil gabungan antara metode PLA (Participatory Learning and Action) dengan metode GIT (Geographic Information Technologies). Pasilitas PGIS reperesentasi dari pengetahuan orang-orang local pedesaan dengan menggunakan peta dua atau tiga dimensi. Peta yang dihasilkan dapat dipakai untuk memfasilitasi proses pembuatan keputusan sebaik dukungan komunikasi dan advokasi komunitas. Praktek PGIS mengarahkan pada pemberdayaan komunitas melalui ikatan, dorongan keinginan dan dengan memakai aplikasi yang ramah dari teknologi geografi. Kelebihan dari penggunaan PGIS adalah pleksibel dan mudah adaptasi untuk sosial budaya dan lingkungan biofisik yang berbeda. Dalam pelaksanaan sering dikombinasikan antara ketrampilan para ahli dan pengetahuan lokal masyarakat pedesaan guna melihat potensi sumberdaya alam untuk dikembangkan dan dikelola secara arif dan berkelanjutan untuk kesejahteraan bersama.
Participatory Learning And Action


Mapping for change:

practice, technologies
and communication


participatory learning and action
Participatory Learning and Action,
Rocamora, Jayatissa Samaranayake,
governance. We strive to reflect these
(formerly PLA Notes and RRA Notes), is
Madhu Sarin, Daniel Selener, Anil C Shah,
values in Participatory Learning and Action.
published three times a year in April,
Meera Kaul Shah, Marja Liisa Swantz,
For further information about IIED and the
August, and December. Established in
Peter Taylor, Tom Wakeford, Eliud
Sustainable Agriculture, Biodiversity and
1988, Participatory Learning and Action
Wakwabubi and Alice Welbourn
Livelihoods (SABL) Programme, contact
enables practitioners of participatory
Cover illustration: Regina Faul-Doyle
IIED, 3 Endsleigh Street, London WC1H
methodologies from around the world
Design and layout: Smith+Bell
0DD, UK.
to share their field experiences,
Printed by: Russell Press, Nottingham, UK
Tel: +44 20 7388 2117
conceptual reflections, and
There is no copyright on this material
Fax: +44 20 7388 2826
methodological innovations. The series is
and recipients are encouraged to use it
Email: sustag@iied.org
informal and seeks to publish frank
freely for not-for-profit purposes only.
Website: www.iied.org
accounts, address issues of practical and
Please credit the authors and the
immediate value, encourage innovation,
Participatory Learning and Action series.
Participatory development
and act as a ‘voice from the field’.
Participatory Learning and Action (PLA) is
We are grateful to the Swedish
Contributing to the series
an umbrella term for a wide range of
International Development Cooperation
We welcome contributions to
similar approaches and methodologies,
Agency (Sida) and the UK Department
Participatory Learning and Action. For
including Participatory Rural Appraisal
for International Development (DFID) for
information and guidelines, please see
(PRA), Rapid Rural Appraisal (RRA),
their continued financial support of
the inside back cover.
Participatory Learning Methods (PALM),
Participatory Learning and Action.
Participatory Action Research (PAR),
This special issue has been co-produced
Subscribing to Participatory Learning
Farming Systems Research (FSR), M騁hod
with the Technical Centre for
and Action
Active de Recherche et de Planification
Agricultural and Rural Development
To subscribe, please complete the
Participative (MARP), and many others.
(CTA) ACP-EU. We would also like to
subscriptions form at the back of this
The common theme to all these
thank the Centre for International
issue or contact: Research Information
approaches is the full participation of
Forestry Research (CIFOR), Environmental
Ltd. (RIL), Grenville Court, Britwell Road,
people in the processes of learning about
Research Mapping and Information
Burnham, Buckinghamshire SL1 8DF, UK.
their needs and opportunities, and in the
Systems in Africa (ERMIS Africa), the
Tel:+44 1628 600499;
action required to address them.
International Institute for Geo-
Fax: +44 1628 600488;
The methods used range from
Information Science and Earth
Email: info@researchinformation.co.uk
visualisation, to interviewing and group
Observation (ITC), the Secretariat of the
Website: www.researchinformation.co.uk
work. The common theme is the
Pacific Community – EU/SPC
promotion of interactive learning, shared
Development of Sustainable Agriculture
Back issues
knowledge, and flexible, yet structured
in the Pacific (DSAP) project, and the
Back issues 1-50 in PDF format are now
analysis. These methods have proven
Christensen Fund for their support for
available to download free of charge
valuable for understanding local
this special issue. The views expressed in
online. To purchase back issues of
perceptions of the functional value of
this publication do not necessarily reflect
Participatory Learning and Action please
resources, processes of agricultural
the views of the funding organisations or
see the green order form at the end of
intervention, and social and institutional
the employers of the authors.
this issue. All IIED publications, including
relations.
Editors: Holly Ashley, Nicole Kenton and
Participatory Learning and Action back
In recent years, there has been a
Angela Milligan
issues, are available through:
number of shifts in the scope and focus of
Strategic Editorial Board: Ivan Bond,
Earthprint Limited, Orders Department,
participation:
Andrea Cornwall, Nazneen Kanji, Samuel
PO Box 119, Stevenage, Hertfordshire
• emphasis on sub-national, national and
Musyoki, Jethro Pettit, Michel Pimbert
SG1 4TP, UK.
international decision-making, not just
and Cecilia Tacoli
Tel: +44 1438 748111
local decision-making;
International Editorial Advisory Board:
Fax: +44 1438 748844
• move from projects to policy processes
Oga Steve Abah, Jo Abbot, Jordi Surkin
Email: orders@earthprint.co.uk
and institutionalisation;
Beneria, L. David Brown, Andy Catley,
Website: www.earthprint.com
• greater recognition of issues of
Robert Chambers, Louise Chawla, Bhola
We regret that we are unable to
difference and power; and,
Dahal, Qasim Deiri, John Devavaram,
supply, or respond to requests for, free
• emphasis on assessing the quality and
Charlotte Flower, FORCE Nepal, Ian
hard copies of back issues.
understanding the impact of
Goldman, Bara Gu閇e, Irene Guijt,
participation, rather than simply
Marcia Hills, Enamul Huda, Vicky
IIED is committed to
promoting participation.
Johnson, Caren Levy, Sarah Levy, Zhang
promoting social justice
Recent issues of Participatory Learning
Linyang, Ilya M. Moeliono, Humera
and the empowerment
and Action have reflected, and will
Malik, Marjorie Jane Mbilinyi, Ali
of the poor and
continue to reflect, these developments
Mokhtar, Seyed Babak Moosavi, Neela
marginalised. It also
and shifts. We particularly recognise the
Mukherjee, Trilok Neupane, Esse Nilsson,
supports democracy and
importance of analysing and overcoming
Zakariya Odeh, Peter Park, Bardolf Paul,
full participation in
power differentials which work to exclude
Bimal Kumar Phnuyal, Peter Reason, Joel
decision-making and
the already poor and marginalised.


participatory learning and action
now relocated to the Institute of
involved in participatory approaches;
Guidelines for contributors
Development Studies, UK. Practical
• an assessment of the impacts of a
For a full set of guidelines, visit our
information and support on participation
participatory process;
website www.planotes.org or contact us
in development is also available from the
• potentials and limitations of scaling up
at the address below.
various members of the RCPLA Network.
and institutionalising participatory
This initiative is a global network of
approaches; and,
Types of material accepted
resource centres for participatory
• potentials and limitations of
• Articles: max. 2500 words plus
learning and action, which brings
participatory policy-making processes.
illustrations – see below for guidelines.
together 15 organisations from Africa,
• Feedback: letters to the editor, or
Asia, South America, and Europe. The
Language and style
longer pieces (max. 1500 words) which
RCPLA Network is committed to
Please try to keep contributions clear and
respond in more detail to articles.
information sharing and networking on
accessible. Sentences should be short and
• Tips for trainers: training exercises, tips
participatory approaches.
simple. Avoid jargon, theoretical
on running workshops, reflections on
Each member is itself at the centre of
terminology, and overly academic
behaviour and attitudes in training,
a regional or national network. Members
language. Explain any specialist terms
etc., max. 1000 words.
share information about activities in their
that you do use and spell out acronyms in
• In Touch: short pieces on forthcoming
respective countries, such as training
full.
workshops and events, publications,
programmes, workshops and key events,
and online resources.
as well as providing PLA information
Abstracts
We welcome accounts of recent
focused on the particular fields in which
Please include a brief abstract with your
experiences in the field (or in workshops)
they operate.
article (circa. 150-200 words).
and current thinking around
More information, including regular
participation, and particularly encourage
updates on RCPLA activities, can be found
References
contributions from practitioners in the
in the In Touch section of Participatory
If references are mentioned, please
South. Articles should be co-authored by
Learning and Action, or by visiting
include details. Participatory Learning
all those engaged in the research,
www.rcpla.org, or contacting the network
and Action is intended to be informal,
project, or programme.
coordinator: Ali Mokhtar, CDS, Near East
rather than academic, so references
In an era in which participatory
Foundation, 4 Ahmed Pasha Street, 10th
should be kept to a minimum.
approaches have often been viewed as a
Floor, Garden City, Cairo, Egypt. Tel: +20 2
panacea to development problems or
795 7558; Fax: +2 2 794 7278; Email:
Photographs and drawings
where acquiring funds for projects has
amokhtar@nefdev.org
These should have captions and the
depended on the use of such
name(s) of the author(s)/photographer
methodologies, it is vital to pay
Participation at IDS
clearly written on the back. If you are
attention to the quality of the methods
Participatory approaches and
sending electronic files, please make sure
and process of participation. Whilst we
methodologies are also a focus for the
that the photos/drawings are scanned at a
will continue to publish experiences of
Participation, Power and Social Change
high enough resolution for print (300 dpi)
innovation in the field, we would like to
Group at the Institute of Development
and include a short caption and credit(s).
emphasise the need to analyse the
Studies, University of Sussex, UK. This
limitations as well as the successes of
group of researchers and practitioners
Format
participation. Participatory Learning and
are involved in sharing knowledge, in
We accept handwritten articles but
Action is still a series whose focus is
strengthening capacity to support quality
please write legibly. Typed articles should
methodological, but it is important to
participatory approaches, and in
be double-spaced. Please keep
give more importance to issues of power
deepening understanding of
formatting as simple as possible. Avoid
in the process and to the impact of
participatory methods, principles, and
embedded codes (e.g. footnotes/
participation, asking ourselves who sets
ethics. It focuses on South-South sharing,
endnotes, page justification, page
the agenda for participatory practice. It
exchange visits, information exchange,
numbering).
is only with critical analysis that we can
action research projects, writing, and
further develop our thinking around
training. Services include a Participation
Submitting your contribution
participatory learning and action.
Resource Centre (open weekdays) with
Contributions can be sent on paper or by
We particularly favour articles which
an online database detailing materials
email to: The Editors, Participatory
contain one or more of the following
held. The Group also produces a
Learning and Action , IIED, 3 Endsleigh
elements:
newsletter and operates an email
Street, London WC1 0DD, UK.
• an innovative angle to the concepts of
distribution list.
Fax: +44 20 7388 2826
participatory approaches or their
For further information please
Email: pla.notes@iied.org
application;
contact: Jane Stevens, IDS, University of
Website: www.planotes.org
• critical reflections on the lessons learnt
Sussex, Brighton BN1 9RE, UK.
from the author’s experiences;
Tel: +44 1273 678690;
Resource Centres for Participatory Learning
• an attempt to develop new methods,
Fax: +44 1273 621202;
and Action (RCPLA) Network
or innovative adaptations of existing
Email: J.Stevens@ids.ac.uk
Since June 2002, the IIED Resource Centre
ones;
Website: www.ids.ac.uk
for Participatory Learning and Action has
• consideration of the processes

Participatory Learning and Action is the world’s leading informal
journal on participatory approaches and methods. It draws on the

expertise of guest editors to provide up-to-the minute accounts of
the development and use of participatory methods in specific fields.
Since its first issue in 1987, Participatory Learning and Action has
provided a forum for those engaged in participatory work –
community workers, activists, and researchers – to share their
experiences, conceptual reflections and methodological innovations
with others, providing a genuine ‘voice from the field’. It is a vital

resource for those working to enhance the participation of ordinary
people in local, regional, national, and international decision-
making, in both South and North.

ISSN: 1357-938X
ISBN: 1 84369 605 3
International Institute
for Environment
and Development

3 Endsleigh Street
London WC1H 0DD, UK
Tel: +44 20 7388 2117
Fax: +44 20 7388 2826
Email: pla.notes@iied.org
Participatory Learning and Action website: www.planotes.org
IIED website: www.iied.org
Co-publisher: Technical Centre for Agricultural and Rural Development (CTA)
PO Box 380, NL 6700 AJ Wageningen, THE NETHERLANDS.
Fax: +31 (0) 317 460067 Email: cta@cta.int Website: www.cta.int
Sistem Pertanian

Sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Di Ciptagelar panen padi hanya dilakukan sekali dalam setahun, hal ini berbeda dengan masyarakat pada umumnya yang melakukan panen 3-4 kali dalam setahun. Sistem penanaman lahanpun memiliki aturan yaitu lahan digunakan untuk pertanaman padi sekali dalam setahun dan diselingi dengan menanam sayuran agar unsur hara didalam tanah tidak rusak dan kembali netral.
Komoditas utama dari hasil pertanian Incu Putu (warga) ciptagelar ini adalah padi. Hasil dari panen padi tersebut disimpan dalam leuit (lumbung). Setiap keluarga memiliki satu atau lebih leuit yang masing-masing leuit dapat menampung antara 500-1000 pocong (ikat) padi. Terdapat satu lumbung yang dikhususkan untuk menampung sebagian hasil panen warga dimana setiap satu kepala keluarga diharuskan menyimpan satu ikat padi di lumbung tersebut. Lumbung tersebut disebut leuit si jimat, dengan adanya leuit si jimat ini, warga yang membutuhkan padi dapat meminjam dari lumbung tersebut. Leuit si jimat ini dapat menampung sekitar 8700 ikat (pocong) padi
Adat Istiadat Kasepuhan Cipta Gelar
Pakaian adat biasa yang digunakan masyarakat kasepuhan ciptagelar adalah baju kokoh warna hitam atau putih bersih dan ikat kepala untuk kaum lelaki. Untuk kaum wanita biasanya menggunakan samping atau kain sarung atau kebaya. Pakaian adat ini harus dipakai saat masuk dalam imah gede (rumah abah untuk menerima tamu dan tempat melakukan kegiatan-kegiatan adat). Adapun makna dari satu ikatan itu adalah mencirikan gotong royong dan rasa kebersamaan yang tinggi. Sedangkan makna dari ikatan yang kuat itu adalah orang-orang harus kuat memegang aturan adat. Untuk jajaran sesepuh ada pakaian adat tersendiri yaitu pakaian berwarna putih dan ikat kepala harus hitam. Warna putih melambangkan bersih pikiran sedangkan warna hitam melambangkan bisa menjaga rahasia
Tempat tinggal warga ciptagelar harus mengikuti aturan dari leluhur dengan menggunakan rumah panggung (atap yang terbuat dari daun kerai dan ijuk) dinding terbuat dari bambu dan umpakan. Warga kasepuhan ciptagelar tidak menggunakan genteng sebagai atap rumah karena hidup dibawah genteng hanya untuk orang yang sudah meninggal berada dibawah tanah.

Selain pakaian adat dan rumah adat yang menjadi ciri khas kasepuhan ciptagelar terdapat tempat upacara adat/ritual adat yang rutin dilaksanakan. Adapun upacara adat yang terkenal hingga luar kota dan rutin dilaksanakan oleh masyarakat ciptagelar adalah seretahun.
Serentahun, maksud diadakan serentahun ini adalah sebagai ucapan rasa syukur atas hasil panen yang melimpah. Dalam acara ini berbagai acara kesenian ditampilkan diantaranya jipeng, topeng, angklung, dog dog lojor, wayang golek Acara ini biasanya dihadiri oleh warga adat Banten Kidul. Undangan-undangan serta masyarakat luar kasepuhan ciptagelar. Acara ini merupakan acara puncak dari masyarakat kasepuhan ciptagelar seperti upacara ngaseuk, syukuran penanaman padi/upacara sampang jadian pari, selamatan pari ngidam, mapag pari beuka, upacara sawenan, syukuran metik pari, nganjaran, ngabukti dan ponggokan. Selain upacara adat terkait dengan padi, ada upacara lain yang dilakukan masyarakat baik pimpinan adat maupun secara pribadi yaitu :
1. Selamatan 14 na disaat bulan purnama
2. Upacara nyawen bulan safar pemasangan jimat kampung
3. Rosulan permohonan
4. Selamatan beberes nebus dosa membiarkan masalah karena pelanggaran
5. Sedekah maulud dan ruah saling mengirim makanan.


Upacara-Upacara Adat

Ritual ngaseuk; Upacara menyongsong saat menanam padi, memohon keselamatan dan keamanan menanam, prosesi selamatan dengan kegiatan hiburan seperti wayang golek, jipeng, topeng, dan pantun buhun. Diawali oleh sesepuh Girang berziarah ke pemakaman leluhur yang tersebar di wilayah Lebak, Bogor dan Sukabumi. Ritual sapang jadian pare; Satu minggu setelah tumbuhnya penanaman padi, memohon ijin kepada sang ibu untuk ditanami padi dan restu leluhur dan sang pencipta agar padi tumbuh dengan baik. Ritual pare nyiram/mapag pare beukah; Selamatan padi keluar bunga, memohon padi tumbuh dengan baik dan terhindar dari hama. Ritual pare nyiram/mapag pare beukah; Selamatan padi keluar bunga, meoh padi tumbuh dengan baik dan terhindar dari hama. Ritual sawenan; Upacara setelah padi keluar, memberikan pengobatan padi dengan tujuan agar padi selamat dan terisi dengan baik dan terhindar dari hama. Ritual mipit pare; Diadakan saat akan memotong padi dihuma maupun dipesawahan, dengan memohon kepada sang Pencipta agar diberikan hasil panen yang banyak dan meminta ijin untuk pemotongan padi kepada leluhur. Ritual nganjaran/ngabukti; Upacara ritual saat padi ditumbuk dan dimasak pertama kali, sementara itu warga menunggu sampai emak selesai dengan ritualnya. Ritual ponggokan; Seminggu sebelum seren taun, baris kolot berkumpul untuk membahas jumlah jiwa dihitung berdasarkan pajak/jiwa Rp 150,- (data tahun 1997). Kemudian menyerahkan biaya seren taun yang telah disepakati sebelumnya dan membahas seren tahun yang akan datang. Ritual seren taun; Adalah puncak acara dari segala kegiatan masyarakat kasepuhan yang dilakukan hanya di kampung gede setiap tahunnya. Upacara besar dalam menghormati leluhur dan dewi Sri dengan segala bentuk kesenian dari yang sangat buhun (lama) sampai seni yang modern sekalipun ditampilkan untuk masyarakat, dan padi dibawa dan diarak dan diiringi oleh semua orang untuk kemudian dan disimpan di lumbung komunal leuit si jimat.
Kearifan Warga Kaki Gunung Halimun

Lumbung padi biasanya disebut dengan Leuit oleh masyarakat adat Kampung Kidul. Leuit merupakan simbul ketahanan pangan bagi masyarakat. Padi yang dihasilkan dari humah merupakan sumber pangan utama masyarakat Banten Kidul. Leuit mempunyai peran vital bagi gudang penyimpan gabah atau beras hasil panen. Pada musim panceklik, simpanan gabah itu ditumbuk untuk kemudian dijadikan pemenuhan kebutuhan pangan sehari-hari. Setelah lima bulan ditanam maka padi siap dipanen dan kemudian disimpan didalam lumbung. Leuit berbentuk panggung, yang ditopang oleh empat kayu penyangga/tiang. Tingginya sekitar 2,5 meter dari atas tanah. Tiang penyanggah leuit tempat menyompan padi terbuat dari anyaman bambu. Padi yang disimpan di leuit bisa bertahan sampai puluh tahun. Pintu leuit ada di bagian abig-abig posisinya diatas bilik dekat dengan atap. Pintu ukuran kecil sekitar 50 x 70 cm. Atap lumbung terbuat dari daun sagu kirai (sejenis palm) yang dianyam. Supaya kuat atap ditahan dengan gabit yang terbuat dari belahan bambu. Ukuran leuit bervariasi tergantung dari ukuran humah yang dikelola. Masyarakat biasanya membangun leuit dengan kapasitas 500-1000 ikat padi. Umumnya bilik lumbung berukuran panjang 1,5 m lebar 1,5 meter dan tinggi 4 meter. Leuit dengan ukuran seperti itu bisa menampung sekitar 500-600 ikat. Seikat padi setara dengan 5 kg beras.
Supaya padi bisa tahan lama leuit selalu dirawat secara rutin, atap merupakan bagian leuit yang selalu diganti supaya tidak bocor. Selain perawatan secara fisik leuit dilindungi dengan mantera-mantera. Lantai leuit biasa digabtung perupuyan (semacam tungku) yang terbuat dari batok kelapa yang diisi abu dari tungku masak untuk membakar gaharu (cendana). Hama padi yang paling mengganggu adalah tikus. Masyarakat menangkal tikus dengan memasang gelebek pada leuit. Gelebek merupakan papan kayu yang berbentuk bundar dengan diameter sekitar 50 cm. Dipasang diatas empat tiang penyangga tem;pat dibawah lantai leuit. Bentuk gelebek yang bulat dengan meter cukup bedsar menyebabkan tikus tidak bisa naik ke leuit padi.
Dari sisi filosofi Leuit mengandung sebuah kearifan lokal yang sudah diwariskan turun temurun dari generasi ke generasi melalui bahasa yang dipahami bersama akan keharusan “ Ngeureut ceum neum deum keur jagani isuk” (menyisikan untuk hari depan). Inilah wujud tabungan yang sesunguhnya telah dipraktekan lama untuk beberapa tempat ada yang telah dikelola berupa simpan pinjam padi. Leuit menjadi penyambung atau wujud dari beberapa bahasa pitutur dari ajaran-ajaran sunda dan mungkin ini juga terjadi di beberapa daerah di Indonesia. Sentuhan tradisi dengan nuansa sakral membuat leuit dilingkungan warga kesatuan adat bisa lestari.
Prinsip-prinsip Kearifan Lokal;
1.TILUSAPANULU: Keterkaitan antara tiga rangkaian; (a) Tekad, ucapan, dan tingkah laku, (b) buhun, Negara, dan syan, (c) nyawa/ruh, raga serta papakaian.
2.DUASAKARUPA: Rangkaian letiga yang apabila hilang salah satunya akan berbeda maknanya. Nyawa/ruh dianalogikan sebagai masyarakat adapt, raga sebagai pemerintah dan papakaian adalah agama.
3.NUHIJIETAKENEH: Terdapat pada rangkaian nyawa/ruh, raga dan papakaian yang merupakan gerak tingkah manusia diberi pola oleh Tuhan yaitu pola rosul.
Sejarah Kasepuhan Cipta Gelar

Kasepuhan adat Ciptagelar adalah salah satu kampung adat yang masuk dalam kesatuan adat banten kidul. Kasepuhan Adat Ciotagelar masih memegang kuat adat dan tradisi yang diturunkan sejak 640 tahun yang lalu. Kasepuhan ini dipimpin oleh seorang abah yang diangkat berdasarkan keturunan. Sampai saat ini, kesepuhan adat ciptagelar sedang dipimpin oleh abah ke XI sejak tercatat kesepuhan dari tahun 1368. Masyarakat Kasepuhan Banten Kidul adalah masyarakat agraris yang menmdiami kawasan Taman Nasional Gunung Halimun yang tersebar meliputi 3 kabupaten yaitu Kabupaten Lebak, Kabupaten Bogor, dan Kabupaten Sukabumi. Kasepuhan memiliki keterikatan sejarah dengan salah satu kerajaan Sunda dengan rajanya Prabu Siliwangi, Kasepuhan Banten Kidul kini telah berumur 640 (1368 – 2008), dengan pusat pemerintahan adatnya sekarang berada di Kampung Gede Cipta Gelar, Cikarancang, Cicemet, Kecamatan Cisolok Kabupaten Sukabumi. Sekarang nama pemimpin adat (Sepuh Girang) adalah Abah Ugi, yang memulai memegang tampuk kepemimpinan sejak tahun 2007 di usia 23 tahun, sepeninggalan ayahandanya yang kita kenal dengan Abah Anom.
Kampung Gede Kesepuhan Cipta Gelar adalah sebuah kampung adat yang mempunyai ciri khas dalam lokasi dan bentuk rumah serta tradisi yang masih dipegang kuat oleh masyarakat pendukungnya. Masyarakat yang tinggal di Kampung Cipta Gelar disebut masyarakat kesepuhan. Istilah kasepuhan berasal dari kata sepuh dengan awalan ka dan ahian an. Dala bahasa Sunda, kata sepuh berarti ‘kolot’ atau ‘tua’ dalam bahasa Indonesia. Berdasarkan pengertian ini, muncul istilah kasepuhan, yaitu tempat tinggal para sepuh. Kata kasepuhan juga mengacu pada golongan masyarakat yang masih hidup dan bertingkah laku sesuai dengan aturan adat istiadat lama. Masyarakat Kampung Ciptarasa menyebut diri sebagai kaum Kasepuhan Pancer Pangawinan, serta merasa kelompoknya sebagai keturunan Prabu Siliwangi.
Sebutan kasepuhan ini pun menunjukkan model ‘sistem kepemimpinan dari suatu komunitas atau masyarakat yang berasaskan adat kebiasaan para orang tua (sepuh atau kolot). Kasepuhan berarti ‘adat kebiasaan tua’atau ‘adat kebiasaan nenek moyang’. Nama kasepuhan hanya merupakan istilah atau sebutan orang luar terhadap kelompok sosial ini yang pada masa lalu kelompok ini menamakan dirinya dengan istilah keturunan Pancer Pengawinan.
Pada era 1960-an, Kampung Gede Kasepuhan Cipta Gelar mempunyai nama khsus yang dapat dianggap sebagai nama asli masyarakat tersebut, yaitu Perbu. Nama Perbu kemudian hilang dan berganti menjadi kasepuhan atau kasatuan. Selain itu, mereka pun disebut dengan istilah masyarakat tradisi. Kampung Gede Kasepuhan Cipta Gelar (selanjutnya ditulis dengan Kampung Cipta Gelar) merupakan nama baru untuk Kampung Ciptarasa. Artinya sejak tahun 2001, sekitar Bulan Juli, Kampung Ciptarasa yang berasal dari Desa Sirnarasa melakukan “hijrah wangsit” ke Desa Sirnaresmi yang berjarak belasan kilometer. Di Desa inilah, tepatnya di Kampung Sukamulya, Abah Anom atau Bapak Encup Sucipta sebagai puncak pimpinan kampung adat memberi nama Cipta Gelar sebagai tempat pindahnya yang baru. Citap Gelar artinya terbuka atau pasrah. Kepinahan Kampung Ciptarasa ke Kampung Cipta Gelar lebih disebabkan karena “perintah leluhur” yang disebut wangsit. Wangsit ini diperoleh atau diterima oleh Abah Anom setelah melalui proses ritual beliau yang hasilnya tidak boleh tidak, mesti dilakukan. Pada akhir tahun 2000 Abah Anom (Alm. Encup Sucipto) sebagai pimpinan menerima wangsit dari leluhur untuk pindah dari kampung Ciptarasa ke Ciptagelar. Ciptagelar artinya pasrah menerima perpindahan tersebut. Wangsit ini diterima oleh Alm. Abah Anom setelah melalui proses ritual beliau yang hasilnya tidak boleh tidak mesti dilakukan. Oleh karena itulah perpindahan kampung adat merupakan kesetiaan dan kepatuhan leluhur.
KAMPUNG KASEPUHAN CIPTA GELAR

Lokasi Kasepuhan Cipta Gelar

Secara administratif, Kampung Ciptagelar berada dusun Sukamulya Desa Sirna Resmi Kecamatan Cisolok Kabupaten Suka Bumi. Jarak Kampung Lokasi Kampung Ciptagelar terletak 14 Km dari desa Sirnaresmi, 27 Km dari Kecamatan Cisolok dan 103 KM dari Kabupaten Sukabumi. Kampung Ciptagelar berada pada ;posisi Ordinat S0647’10,4’ pada saat ini kampung adat Ciptagelat dihuni oleh 293 orang yang terdiri dari 84 KK yakni 151 Laki-Laki dan 142 Perempuan.

Sejarah dan Perkembangan Kasepuhan
Adat : saadat sapamasudan, sapamangguh. Jelasnya dalam seadat itu seluruh warga harus bersatu, sapamasudan artinya seluruh warga harus mempunyai pemikiran yang sama dengan aturan yang ada. Sedangkan maksud dari sapamanggi adalah seluruh warga harus emmpunyai rasa tenggang rasa yang tinggi antara warga yang satu dengan yang lainnya. Kasepuhan artinya : lingkungan atau adat istiadat orang yang memegang aturan dari abah yang sedang memegang kepemerintahan. Gdenerasi kasepuhan selama 640 tahun antara lain :
1. Karuhun dari Cipatat Bogor
2. Karuhun dari Lebak Larang
3. Karuhun dari Lembah Binong
4. Karuhan dari Talaga
5. Karuhan dari Tegal Lumbuh
6. Karuhan dari Bojong
7. Karuhan dari Pasir Jinjing
8. Abah Arjo diCiptarasa
9. Abah Encup(Abah Anom) di Ciptagelar. Masa kepemimpinan dari 1982-2007
10. Abah Ugi di Ciptagelar. Masa kepemimpinan dari 2007 – sekarang


Dalam menjalankan kepemimpinan abah Ugi dibantu oleh 7 orang kepercayaannya antara lain :
1.Ki Karma yang bertugas mengatur, membersihkan dan memelihara ruangan khusus untuk abah ugi. Adapun perwakilan untuk kampung Ciptarasa adalah pa adi.
2.Mak Uwo yang bertugas memasak untuk warga inti Abah Ugi dan anak-anaknya.
3.Ki Radi yang bertugas mengatur kesenian pantun pada hari-hari besar adat seperti serentahun, ponggokan, masak beras pertama dan menanam padi pertama. Kesenian pantun biasa dilakukan dengan menggunakan kecapi.
4.Ki Rahman bertugas mengurus orang yang meninggal dari mulai memandikan sampai menguburkan mayat. Adapun perwakilan untuk dusun ciptarasa adalah pak Uman.
5.Ki Karsim yang bertugas mengurus orang yang sakit seperti para medis. Adapun perwakilan untuk dusun Ciptarasa adalah Pa Suman.
6.Ki Daul yang bertugas mengurus pertanian. Adapun perwakilan untuk cviptarasa adalah pa Aida
7.Ki Dwi yang bertugas sebagai utusan dari abah sebagai penyampai pesan. Misalnya jika terdapat masalah dalam internal kasepuhan maka Ki Juhi bertindak sebagai orang pertama yang mengatasi masalah tersebut. Namun jika belum juga terselesaikan maka baru abah Ugi baru turun tangan. Perwakilan untuk ciotarasa adalah pa Aat.