Minggu, 25 Januari 2009

Kearifan Warga Kaki Gunung Halimun

Lumbung padi biasanya disebut dengan Leuit oleh masyarakat adat Kampung Kidul. Leuit merupakan simbul ketahanan pangan bagi masyarakat. Padi yang dihasilkan dari humah merupakan sumber pangan utama masyarakat Banten Kidul. Leuit mempunyai peran vital bagi gudang penyimpan gabah atau beras hasil panen. Pada musim panceklik, simpanan gabah itu ditumbuk untuk kemudian dijadikan pemenuhan kebutuhan pangan sehari-hari. Setelah lima bulan ditanam maka padi siap dipanen dan kemudian disimpan didalam lumbung. Leuit berbentuk panggung, yang ditopang oleh empat kayu penyangga/tiang. Tingginya sekitar 2,5 meter dari atas tanah. Tiang penyanggah leuit tempat menyompan padi terbuat dari anyaman bambu. Padi yang disimpan di leuit bisa bertahan sampai puluh tahun. Pintu leuit ada di bagian abig-abig posisinya diatas bilik dekat dengan atap. Pintu ukuran kecil sekitar 50 x 70 cm. Atap lumbung terbuat dari daun sagu kirai (sejenis palm) yang dianyam. Supaya kuat atap ditahan dengan gabit yang terbuat dari belahan bambu. Ukuran leuit bervariasi tergantung dari ukuran humah yang dikelola. Masyarakat biasanya membangun leuit dengan kapasitas 500-1000 ikat padi. Umumnya bilik lumbung berukuran panjang 1,5 m lebar 1,5 meter dan tinggi 4 meter. Leuit dengan ukuran seperti itu bisa menampung sekitar 500-600 ikat. Seikat padi setara dengan 5 kg beras.
Supaya padi bisa tahan lama leuit selalu dirawat secara rutin, atap merupakan bagian leuit yang selalu diganti supaya tidak bocor. Selain perawatan secara fisik leuit dilindungi dengan mantera-mantera. Lantai leuit biasa digabtung perupuyan (semacam tungku) yang terbuat dari batok kelapa yang diisi abu dari tungku masak untuk membakar gaharu (cendana). Hama padi yang paling mengganggu adalah tikus. Masyarakat menangkal tikus dengan memasang gelebek pada leuit. Gelebek merupakan papan kayu yang berbentuk bundar dengan diameter sekitar 50 cm. Dipasang diatas empat tiang penyangga tem;pat dibawah lantai leuit. Bentuk gelebek yang bulat dengan meter cukup bedsar menyebabkan tikus tidak bisa naik ke leuit padi.
Dari sisi filosofi Leuit mengandung sebuah kearifan lokal yang sudah diwariskan turun temurun dari generasi ke generasi melalui bahasa yang dipahami bersama akan keharusan “ Ngeureut ceum neum deum keur jagani isuk” (menyisikan untuk hari depan). Inilah wujud tabungan yang sesunguhnya telah dipraktekan lama untuk beberapa tempat ada yang telah dikelola berupa simpan pinjam padi. Leuit menjadi penyambung atau wujud dari beberapa bahasa pitutur dari ajaran-ajaran sunda dan mungkin ini juga terjadi di beberapa daerah di Indonesia. Sentuhan tradisi dengan nuansa sakral membuat leuit dilingkungan warga kesatuan adat bisa lestari.
Prinsip-prinsip Kearifan Lokal;
1.TILUSAPANULU: Keterkaitan antara tiga rangkaian; (a) Tekad, ucapan, dan tingkah laku, (b) buhun, Negara, dan syan, (c) nyawa/ruh, raga serta papakaian.
2.DUASAKARUPA: Rangkaian letiga yang apabila hilang salah satunya akan berbeda maknanya. Nyawa/ruh dianalogikan sebagai masyarakat adapt, raga sebagai pemerintah dan papakaian adalah agama.
3.NUHIJIETAKENEH: Terdapat pada rangkaian nyawa/ruh, raga dan papakaian yang merupakan gerak tingkah manusia diberi pola oleh Tuhan yaitu pola rosul.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar